TAWURAN
MEMBUDAYA DI DUNIA PENDIDIKAN
(NANANG
NUGRAHA/ 10144300036 A1)
Sebanyak 12 orang siswa dari SMAN 2 Bantul dan SMAN 3 Bantul
diamankan oleh Polsek Bantul, Rabu (28/11/2012) pagi. Mereka terlibat bentrok
di Dusun Pepe, Trirenggo, Bantul, saat kedua rombongan siswa ini berpapasan
mengendari sepeda motor. Menurut keterangan Kapolsek Bantul, Kompol Sudarsono,
kedua kubu siswa ini terlibat bentrok sekitar pukul 06.45 WIB di daerah Dusun
Pepe. "Kejadian dipicu dari gas motor yang digeber saat kedua rombongan
siswa ini berpapasan. Sebab kedua pihak tersulut emosi, bentrok pun tidak
terhindarkan," ujarnya.
Melihat berita diatas kembali lagi dunia
pendidikan diguncang dengan perkara tawuran. Seakan-akan seperti rutinitas,
hobi, bahkan kebiasaan setiap pelajar yang tiada henti-hentinya. Saya berharap
itu yang terakhir dan tidak akan terjadi lagi. Sungguh sangat ironi bagi kita,
coba seorang pelajar yang seharusnya mendapat pendidikan dan tahu membedakan
mana hal yang baik dan mana hal yang buruk, ternyata keluar dari perkiraan
orang tua, guru dan lingkungan. Timbul
pertanyaan, kenapa tawuran bisa terjadi, apa yang di pelajari para siswa di
sekolah. Apkah ada mata peljaran kekerasaan, mata pelajaran tawuran disekolah,
oh tentunya tidak ada. Kurikulum sekolah pastinya tidak ada yang memasukan
pelajaran seperti itu.
Ada lagi contoh yang masih teringat dibenak
kita beberapa bulan kebelakang semua media masa, baik elektronik, dan media
sosial heboh memberitakan tawuran yang terjadi di ibu kota yaitu anatar SMAN 6
dan SMAN 70 yang mengakibatkan satu orang tewas. Ada apa denga merek, apakah
mental merka terganggu ataupun ada sesuatu hal yang masuk kedalam pikiran
mereka yang menyebabkan mereka mempunyai keberanian menghilangkan nyawa seseorang. Opini pun
bermuculan ada yang bersepekulasi hal itu muncul dari lingkungan diman merka
tinggal, ada yang menyebutkan kurangnya perhatian dari orang tua dan guru, ada
juga yang menyebutkan karena alsan sang anak itu broken home yang menyebabkan
mental merka terganggu. Apapun alsannya itu tidak bisa masuk akal dan di
mengerti. Coba masa ea ada orang tua atau guru yang mengjarkan kekerasan pada
anaknya, yang pastinya semua orang tua dan guru pasti mengajarkana kepada anaknya
hal-hal yang baik dan ingin anaknya menjadi anak yang sukses, bermanfaat bagi
agama dan bangsa. Itukan yg pastinya diharapkan oleh semua orang tua. Masalah
brokeh home bukan menjadi alasan mental merka terganggu bayak yang anknya
broken home kelakuan dan sifatnya baik bahkan menjadi orang yang dewas dalam
pemikirannya.
Udahlah apapun penyebabnya bukan itu yang
kita cari. Karena pasti penyeban akan muncul dengan sendirinya tiada
henti-hentinya apabila penyebab itu terus dibahs tidak akan menuntaskan permasalahan.
Pelajar yang tawuran adalah mereka yang mentalnya masih labil dah mudah
terpengaruh baik dari temen maupun lingkunagn sekitar. Dan mereka akan merasa
bangga dengan keegoisnanya apabila lingkungan dan teman-teman mendukung. Ngerasa
nyaman mereka pun merasa berkuasa dan bisa bertindak sesuka hati. Selanjutnya
akan diikuti oleh teman-teman yang lain yang lebih parahnya lagi pelaku tidak segan-segan
membunuh lawannya merupakan wujud dari insting agresif. Insting ini mendorong
manusia menghancurkan manusia lain, berupa tingkah laku agresif yang mengandung
kebencian, ditandai kepuasan yang diperoleh karena lawan menderita, luka, atau
mati, dan yang memberikan kepuasan dengan melihat lawan gagal mencapai yang diinginkan.
Upanya pencegahan sudah bayak dilakukan agar
tawuran ini tidak terjadi mulai dari pihak pemerintah dan kepolisian seperti
memunculkan selogan anti kekerasan antar pelajar, disekolah bimbingan dari guru
bimbingan konseling, tapi apalah
hasilnya yang ada tawuran sesama pelajar terus merajalela di dunia pendidikan. Tawuran pelajar tidak terjadi satu atau dua kali di Indonesia,
melainkan sudah terjadi puluhan bahkan ratusan kali. Apalagi di kota-kota besar
seperti Jakarta, Surabaya dan yang lainnya. Masa Remaja adalah masa cari
perhatian, tinggal bagaimana upaya orang tua, guru dan kepala sekolah menyikapi. Pelajar cenderung menganggap tawuran sebagai cara memperoleh
pengakuan dan status tinggi serta disegani dalam kelompoknya keberanian
melakukan perbuatan berisiko dan nekat.
Akibat yang
timbul dari tawuran adalah merugikan, fasilitas umum hancur, kegiatan belajar
mengajar terhenti, dan yang sangat mengkhawatirkan adalah hilangnya rasa
persaudaraan, nilai-nilai budi pekerti luhur antar sesama pelajar. padahal
kekerasan sama sekali tidak ada untungnya, melainkan sangat merugikan diri
sendiri dan orang lain. Sudah seharusnya tawuran mendapatkan pengawalan ketat
dari orang tua, guru, lingkungan dan apartur pemerintah. Agar tawuran itu tidak
terulang kembali. Singkirkan sifat keegoisan dan emosi yang tinggi jadi lah
pelajar yang bisa membanggakan orang tua, guru, dan bangsa.
kurangnya iman dan taqwa
BalasHapus